Harta Menjadi Berkah karena Sedekah

Bantu Wujudkan Cita-Cita

Bantu Wujudkan Cita-Cita

Kesehatan Modal Utama Jalani Kehidupan

Kesehatan Modal Utama Jalani Kehidupan

Mari Dukung Usaha Mereka

Mari Dukung Usaha Mereka

Sejahtera dengan Wirausaha

Sejahtera dengan Wirausaha

Selamat Menunaikah Ibadah Puasa Ramadhan 1437H

Selamat Menunaikah Ibadah Puasa Ramadhan 1437H

Posting Terbaru

Selasa, 07 Juni 2016

Tidak Akan Berkurang Harta Yang Disedekahkan

Rachmat
بسم الله الرحمن الرحيم


Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah dan ucapan yang paling bermanfaat adalah ucapan yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits yang shahih dari Rasulullah yang merupakan wahyu Allah . Allah berfirman:

{وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus” (QS asy-Syuura: 52).

Kisah berikut ini patut menjadi renungan bagi orang-orang yang beriman tentang keutamaan bersedekah di jalan Allah :

Dari ‘Aisyah bahwa keluarga Rasulullah pernah menyembelih seekor kambing, kemudian disedekahkan kepada orang-orang miskin, lalu Rasulullah bertanya: “Apa yang tersisa dari (daging) kambing tersebut?”. ‘Aisyah menjawab: “Tidak ada yang tersisa/tertinggal darinya kecuali (bagian) bahu (dari) kambing tersebut”. Maka Rasulullah bersabda: “(Itu berarti) semua (daging) kambing tersebut tertinggal (tetap dan kekal pahalanya) kecuali (bagian) bahunya”[1].

Renungkanlah nasehat agung dari Nabi yang mulia ini! Bagaimana beliau menjadikan harta yang disedekahkan di jalan Allah itulah yang kekal dan menetap pahala kebaikannya bagi manusia, meskipun secara kasat mata harta tersebut berkurang. Ini merupakan penjabaran makna firman-Nya:

{مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ}

“Apa saja yang ada di sisimu (wahai manusia) akan habis, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal” (QS an-Nahl: 96)[2].

Pada saat orientasi pandangan mayoritas manusia hanya terbatas pada perkara-perkara lahir yang nampak dalam pandangan mereka, sebagai akibat dari kuatnya dominasi hawa nafsu dan kecintaan terhadapa dunia dalam diri mereka. Allah berfirman:

{يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ}

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (nampak) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai” (QS ar-Ruum:7).

Oleh karena itu, mereka menilai dengan pemikiran materialistis bahwa sedekah dan infak akn mengurangi bahkan menghabiskan harta. Mereka lupa bahwa Allah yang di tangan-Nyalah segala perbendaharaan langit dan bumi berfirman:

{وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ}

“Dan apa saja yang kamu nafkahkan (sedekahkan), maka Allah akan menggantinya, dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya” (QS Sabaa’:39).

Makna firman-Nya “Allah akan menggantinya” yaitu dengan keberkahan harta di dunia dan pahala yang besar di akhirat[3].

Dan dalam hadits yang shahih Rasulullah bersabda:

«مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ»

“Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya) kecuali kemuliaan, serta tidaklah seseorang merendahkan diri di (hadapan) Allah kecuali Dia akan meninggikan (derajat)nya”[4].

Arti “tidak berkurangnya harta dengan sedekah” adalah dengan tambahan keberkahan yang Allah jadikan pada harta dan terhindarnya harta dari hal-hal yang akan merusaknya di dunia, juga dengan didapatkannya pahala dan tambahan kebaikan yang berlipat ganda di sisi Allah di akhirat kelak, meskipun harta tersebut berkurang secara kasat mata”[5].

Perlu diingatkan di sini bahwa arti “tidak berkurangnya harta dengan sedekah” bukanlah seperti anggapan orang-orang yang bodoh bahwa harta yang disedekahkan akan langsung diganti dengan jumlah yang lebih besar di dunia. Anggapan seperti ini timbul dari sifat cinta dunia yang berlebihan, sehingga menjadikan orang yang memiliki anggapan ini tidak segan-segan menjadikan amal ketaatan sebagai tunggangan untuk meraih ambisi duniawi dan keinginan hawa nafsu, na’uudzu billahi min dzaalik.

Maka arti yang benar dari hadits di atas adalah tambahan keberkahan harta di dunia dan ganjaran pahala yang berlipat ganda di akhirat nanti.

Cukuplah ini sebagai motivasi bagi orang-orang yang beriman yang meyakini perkara yang gaib (tidak tampak di mata mereka), berupa balasan kebaikan di surga dan ancaman siksa neraka di akhirat kelak.

Inilah salah satu sifat utama orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah , sebagaimana firman-Nya:

{الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْب وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُون. وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآَخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ. أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}

“(Orang-orang yang bertakwa yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Rabb-nya, dan merekalah orang-orang yang beruntung” (QS al-Baqarah: 3-5).

Rasulullah mengisyaratkan makna ini dalam sabda beliau: “Lindungilah (dirimu) dari (siksa) Neraka (dengan bersedekah) walaupun (hanya) dengan sepotong kurma, kalau kamu tidak mendapati sepotong kurma maka dengan kalimat (perkataan) yang baik”[6].

Demikianlah, semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi motivasi dalam kebaikan bagi semua orang yang membacanya.


وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين



Ditulis oleh: Abdullah bin Taslim al-Buthoni | Kota Kendari, 15 Syawwal 1433 H

--------------------------------------- Referensi ----------------------------------------------
[1] HR at-Tirmidzi (no. 2470) , dinyatakan shahih oleh imam at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani.
[2] Lihat kitab ”Tuhfatul ahwadzi” (7/142).
[3] Lihat “Tafsir Ibnu Katsir” (3/713).
[4] HSR Muslim (no. 2588).
[5] Lihat kitab “Syarhu shahihi Muslim” (16/141) dan “Faidhul Qadiir” (5/503).
[6] HSR al-Bukhari (no. 1351) dan Muslim (no. 1016).

Perempuan Penggerak Pembangunan

Rachmat
Perempuan, pilar utama pendidikan generasi penerus bangsa. 
Kaum perempuan merupakan suatu kelompok masyarakat yang mempunyai pengaruh sangat besar. Termasuk di dalamnya pembangunan. Perempuan memiliki peran penting dan strategis dalam kehidupan. Perempuan bukan saja merupakan tiang keluarga, tetapi juga merupakan tiang negara. Perempuan juga memiliki semangat membangun luar biasa.

Sepanjang sejarah peradaban manusia, peran kaum perempuan, termasuk ibu sangat besar dalam mewarnai dan membentuk dinamika zaman. Lahirnya generasi-generasi bangsa yang unggul dan kreatif, penuh inisiatif, bermoral tinggi, bervisi kemanusiaan, beretos kerja andal, dan berwawasan luas, tidak luput dari sentuhan peran seorang ibu. Ibulah, sosok perempuan yang pertama kali memperkenalkan, menyosialisasikan, menanamkan, dan mengakarkan nilai-nilai agama, budaya, moral, kemanusiaan. pengetahuan, dan ketrampilan dasar, serta nilai-nilai luhur lainnya kepada seorang anak. Dengan kata lain, peran ibu sebagai pencerah peradaban,”pusat” pembentukan nilai, penafsiran makna kehidupan, tak seorang pun menyangsikannya.

Di era globalisasi saat ini yang setidaktidaknya menawarkan tiga iklim, yakni, perdagangan bebas, hadirnya teknologi komunikasi yang mahadahsyat, dan keterbukaan gelombang informasi. Kenyataan perkembangan ini,memang tidak mungkin lagi memasung kaum ibu dalam kungkungan rumah tangga. Mereka juga dituntut untuk memberdayakan potensi dirinya, mewujudkan need of achievement (kebutuhan akan prestasi), dan mengaktualisasikan motivasi intelektualnya. Dalam keadaan demikian, kaum ibu idealnya menjadi sosok androgini, yang bukan saja bisa tampil maskulin di ranah publik dengan capaian prestasi yang seimbang dengan kaum pria. Tetapi, sekaligus tidak menanggalkan sifat femininnya di ranah domestik yang tetap menjaga kelembutan, sikap keibuan, dan ketulusan kasih sayang terhadap suami dan anak-anak. Dengan sosok ini, kaum ibu tetap akan mampu memaksimalkan perannya sebagai pencerah peradaban; peran luhur dan mulia yang sudah teruji lewat sejarah peradaban yang panjang, walaupun sang ibu sibuk meniti karier di panggung publik.
Bahkan, dalam Undang-Undang (UU) No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera diungkapkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri dengan anaknya atau ibu dengan anaknya atau ayah dengan anaknya.
Dari batasan tersebut, peran seorang ibu dalam lingkup domestik atau dalam lingkup keluarga memiliki entitas pengabdian yang tinggi. Ia menjadi “ruh” keluarga yang akan menjadi penentu ”mati hidupnya” sebuah paguyuban batin (keluarga), menjadi “pelepas anak panah” keluarga sesuai sasaran bidik yang dituju. Tidak jarang keluarga yang gagal dalam membangun fondasi kesejahteraan lantaran kekurangsiapan seorang ibu dalam menjalankan peran domestiknya. Dalam konteks yang demikian itu, peran seorang ibu dalam memaksimalkan fungsi keluarga menjadi semakin penting untuk mendapatkan perhatian khusus.

 ”Kiprah perempuan Indonesia di berbagai bidang pun dalam mengisi kemerdekaan sudah tidak diragukan lagi. Salah satu bidang di mana peran perempuan sangat menonjol adalah di bidang kemanusiaan,” ujar Mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tahun 2010 Linda Amalia Sari.

Ia mengemukakan, semenjak masa perang kemerdekaan, banyak perempuan yang tergabung secara sukarela sebagai anggota Palang Merah yang bertugas mengobati para pejuang yang terluka saat berperang. Selain itu, menurutnya, peran perempuan dalam menyediakan pelayanan logistik bagi para pejuang kemerdekaan juga memberikan andil yang besar dalam meningkatkan semangat dan tekad untuk selalu berjuang mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Semangat kemanusiaan dalam diri perempuan pejuang kemerdekaan, perlu dihidupkan dan dibangkitkan kembali di masa kini.

Bukan Sekadar Agen 

Perempuan bukan hanya sekadar agen, tetapi penggerak pembangunan. Dimana kaum perempuan sebagai pendorong pembangunan, maka di situlah pembangunan akan berjalan. Jadi, menafsirkannya jangan buruk dan baik. Kalau perempuan jadi agen pembangunan, jadi penggerak pembangunan, maka di negeri itulah bergerak pembangunan. Kaum perempuan ini merupakan suatu kelompok masyarakat yang mempunyai pengaruh sangat besar. Termasuk di dalamnya pembangunan. Ia menegaskan, kalau perempuan tidak ikut membangun berarti pembangunan macet. Tetapi, bila perempuan memiliki semangat membangun, tentu negeri itu akan bergiat membangun dan maju.

Sumber: Gemari Edisi 111/Tahun XI/April 2010

Tim Kami

  • Adi Mustofa, S.ELeader / Koperasi
  • Asihatun, S.HSecretary / Kesehatan
  • Dani Rizana, M.PdLeader / Pendidikan
  • Hafid Zaman, M.Pd.ILeader / Keagamaan
  • Nurlita F, S.PdAccount / Kesehatan
  • Soerachmat Program / IT Support
  • Wasijan,S.PdLeader / Pemberdayaan